[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Berita Suara”]
Negeri Besar RWK,- Memaknai tahun baru islam 1443 H, SMAN 2 Negeri besar menghadirkan tanya jawab seputar Islam (Tajil). Tentang Sosialisasi Moderasi Beragama, tanya jawab seputar Islam membahas tentang moderasi beragama melalui zoom. Rabu 11/8
Acara dibuka langsung oleh kepala sekola SMAN2 Negeri Besar Dr. H.M.Makrus Ali, M.Pd,Mengapa perlu bermoderasi beragama, Dalam pemaparannya Dr. H.M Makrus Ali menyampaikan tentang pentingnya Moderasi beragama adalah cara pandang atau sikap dan praktik beragama yang mengamalkan esensi ajaran-ajaran agama yang hakikatnya mengandung nilai-nilai kemanusiaan dan menebarkan kemaslahatan bersama.
Ini berprinsipkan keadilan dan keseimbangan serta mentaati kesepakatan berbangsa yang dikukuhkan konstitusi.empat hal yang menjadi esensi moderasi beragama.Pertama, cara pandang atau sikap dan praktik keberagamaan.
kedua, terkait dengan pengamalan esensi agama, yang hakikatnya adalah kemanusiaan dan kemaslahatan bersama. Yang ketiga, semuanya berprinsipkan keadilan dan keseimbangan.
Dan keempat, taat pada konstitusi, pada kesepakatan bersama di tengah kehidupan kita yang beragam.
Maka, kita perlu memoderasi cara kita beragama karena belakangan ini disinyalir adanya tiga hal yang menjadi fenomena yang berkembang.
Pertama, cara pandang atau sikap dan praktik keberagamaan yang justru mengingkari nilai-nilai kemanusiaan dan kemaslahatan bersama yang mewujudkan kedamaian itu.
Cara beragama yang eksklusif misalnya, padahal beragama itu inklusif. Cara beragama yang segregatif, yang memisah-misahkan padahal beragama itu adalah integratif, menyatukan kita.
Cara beragama yang konfrontatif misalnya, senang untuk bermusuhan, berlawanan. Lalu, cara beragama yang destruktif, padahal beragama harusnya konstruktif.
Ini adalah kecenderungan mengingkari nilai-nilai kemanusiaan dan perdamaian.
Yang kedua juga disinyalir semakin dirasakan tafsir-tafsir keagamaan yang justru tidak berdasar, yang tidak menggunakan kaidah dasar dalam menerjemahkan agama.
Muncul tafsir-tafsir yang justru bertolak belakang dengan esensi agama itu sendiri.
Misalnya jihad, jihad direduksi dengan makna yang hakikatnya kondisional, sangat situasional, lalu digunakan untuk kondisi damai secara umum sesuatu yang bertolak belakang tentu.
Ketiga, kecenderungan bahwa ada pemahaman keagamaan yang justru bisa mengoyak dan merusak ikatan kebangsaan. Misalnya politisasi agama, penyeragaman terhadap hal yang beragam dan lain sebagainya.
Maka, moderasi agama diperlukan agar cara pandang, sikap keagamaan kita bersifat moderat, tidak melebih-lebihkan, tidak melampaui batas, tidak ekstrem.
Jadi yang dimoderasi bukanlah agama, tapi cara kita berislam,”Jelasnya.”
“dengan semangat tahun baru islam 1443 mari kita perkuat moderasi beragama yang saat ini penting dilakukan didasarkan fakta bahwa Indonesia adalah bangsa yang sangat majemuk dengan berbagai macam suku, bahasa, budaya dan agama. Indonesia juga merupakan negara yang agamis walaupun bukan negara berdasarkan agama tertentu. Tutup Makrus Ali. RWK/JS