[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Berita Suara”]
Gunung Labuhan, RWK– Berbeda dengan Kampung Tanjung Ratu Kecamatan Pakuan Ratu, Waykanan yang diberitakan pada Sabtu, (27/03) kemarin, terjadi curah hujan cukup tinggi sehingga air meluap (banjir), bahkan sempat menggenangi ruas jalan provinsi yang berakibat akses jalan tersebut tidak dapat dilalui sementara.
Namun berbeda yang terjadi pada Kecamatan Gunung Labuhan dan Baradatu. Masih dalam wilayah yang sama (Kabupaten Way Kanan.red), justru sepekan ini tidak adanya curah hujan, hal ini berdampak terhadap petani jagung yang sudah terlanjur menanam jagungnya.
Belakangan ini mereka (petani jagung. red) mengeluh karena dimungkinkan Jagung yang mereka tanam dimungkinkan gagal panen akibat kekurangan curah hujan (kekeringan.red)
Keluh kesah tersebut bermula dari Ohim (32) seorang petani jagung Kampung Setia Negara Kecamatan Baradatu. Ohim sebutan Rohim, mengaku penanaman jagungnya episode kedua ini akan berbeda hasilnya dengan penanaman periode 1 yang tidak lain disebabkan iklim yang tidak mendukung.
“Sepertinya prediksi saya menanam jagung ini tidak tepat, ya…mau bagaimana lagi sudah kejadiannya seperti ini (kerugian sudah depan mata.red) sewaktu saya menanam, terlihat curah hujan lumayan intensif namun belakangan ini justru cuaca panas-panasan (cuaca tipu-tipu. red) lihat saja daun-daun jagung itu sudah mulai mengerucut dan bahkan kering, “keluh Mantan Toser pemain Volly andalan Kampung Setia Negara ini seraya menunjukkan pohon jagungnya yang mulai mengering.
Ternyata, pernyataan Ohim juga dirasakan oleh Amri (29) seorang petani jagung Kampung Bengkulu Jaya Kecamatan Gunung Labuhan, awalnya Amri juga merasa senang akibat pertumbuhan jagung yang ia tanam merata sehingga tidurnya nyenyak.
Namun pekan terakhir ini kekhawatiran itu bermula, sebab setelah ia memupuk pohon jagung yang ia idamkan itu, justru berbenturan dengan cuaca panas (tidak turun hujan. red). Padahal, menurut Amri setelah dipupuk itu momen yang sangat membutuhkan curah hujan, kalau tidak tentu akan mengganggu fase pertumbuhan batang jagung.
“Kami sebagai petani hanya bisa pasrah dan menengadah tangan menerima kenyataan, apalah daya kami menanam jagung hanya mengandalkan Insting perihal curah hujan. Kalau diperkirakan cuaca baik sesuai dengan bulannya musim hujan, kami berfikir hal yang tepat untuk menanam jagung. Tapi nyatanya perincian tersebut gagal total dan sering salah, yang justru cuaca tidak mendukung, kalau seperti ini kami kalangkabut dibuatnya. Sempat berpikir kalau di negara ini ada BMKG yang bisa memprediksi cuaca, kami pikir bisa turun ke masyarakat untuk menjelaskan cuaca serta mendeteksi cuaca menjelang penanaman, agar para petani menanam jagung tepat waktu. Kami orang awam tak tahu apa-apa cuman bisa bertani, namun kami sedikit meminta perhatian pihak terkait untuk andil dalam hal ini, “harapnya.RWK/Oksi.