NEGARA BATIN. RWK .,- Adanya Keputusan Bersama tanggal 23 Desember 2024 antara Pemprov Lampung, 24 perusahaan tapioka, dan petani bila harga ubi kayu itu Rp 1.400 per-Kg dengan rafaksi maksimal 15%, belakangan justru memunculkan berbagai polemik.
Pasca putusan tersebut , hampir Seluruh pabrik singkong khususnya di wilayah dapil 3 Way Kanan (Kecamatan Pakuan Ratu, Negara Batin dan Negeri Besar) belum menyanggupi kesepakatan yang dilakukan oleh Pemprov Lampung dan untuk sementara pabrik singkong yang ada di wilayah dapil 3 belum beroperasi sampai waktu yang belum dapat dipastikan.
Menurut Budi Pranata Jati, manager pabrik tapioka PT. Agung Mulia Bunga Tapioka, selain melindungi hak petani, Pemerintah juga seharusnya wajib melindungi pabrik serta membenahi tata niaga singkong. Dengan begitu, pihak perusahaan bakal berkenan mengikuti aturan pemerintah yang disepakati sebelumnya, asalkan ada regulasi yang menguntungkan semua pihak.
“Yang perlu dilindungi bukan hanya petani, pabrik pun pemerintah juga wajib melindungi, pemerintah harus benahi tata niaga singkong, dari mulai singkong dimasukan ke komoditas ketahanan pangan, agar dapat pupuk subsidi, berikan penyuluhan dan bibit unggul dll, serta melindungi, mengontrol pengusaha pabrik tapioka dari industri-industri nasional yang impor tapioka dari thailand, vietnam dan yang lain, dengan seperti itu harga penjualan sagu bisa bagus dan stabil, yang otomatis harga singkong akan mengikuti,” ujarnya.
Lebih lanjut, dirinya menuturkan kesepakatan tersebut sudah dapat diterapkan di pabrik-pabrik skala kecil seperti halnya Pabrik tapioka PT. Agung Mulia Bunga Tapioka apabila PT/Pabrik besar yang ada juga menerapkan kesepakatan yang telah dibuat oleh Pemprov.
“Pabrik Sp6 B, hanya pabrik kecil, yg paling berperan adalah yang “gajah-gajah”, seperti BW, sinar laut, SPM, muara jaya dll, kapasitas mereka 1 pabrik perhari bisa 500-3000 ton singkong, kalau kami hanya 80-100 an ton saja per hari, kalau gajah-gajahnya sudah menyetujui dan menjalankan hal tersebut, dah bisa dipastikan yang kecil akan mengikutinya,” ungkapnya.
Dirinya juga mengungkapkan jika, Pemerintah tidak dapat menyelesaikan konflik ini dengan baik, besar kemungkinan akan berimbas ke berbagai pihak utamanya petani singkong.
“Kalau pemerintah tidak bisa menyelesaikan konflik ini, besar kemungkinan akan berlanjut pabrik tapioka memilih untuk tutup semua, dan tentu ini dampaknya memperparah nasib petani singkong, ke tenaga kerja, karyawan pabrik, sopir-sopir dll.” Kata Budi.
Selain itu, Ko Pimping selaku Manager pabrik singkong PT Gajah Inter Nusa menyampaikan bahwa untuk sementara pabrik sementara waktu belum dapat melakukan penerimaan singkong.
“Perhari ini, pabrik kita tutup untuk penerimaan singkong. Sampai batas waktu yang belum ditentukan. Karena, kita belum mampu menerapkan aturan yang disepakati oleh Pemprov. Dan, stok tapioka di gudang kami juga masih sangat full,” tuturnya.
Disisi lain, petani singkong saat ini masih dibelenggu rasa kecewa dengan harga singkong yang masih relatif murah serta potongan yang terbilang cukup besar dan tidak sesuai dengan kesepakatan yang sebelumnya telah dibuat belum lagi ditambah dengan aturan yang ditetapkan sendiri oleh pabrik tentang ketentuan kadar aci. Hal ini diungkapkan oleh salah seorang petani milenial yang berada di Kampung Gunung Waras Kecamatan Pakuan Ratu Dori.
“Sebagai petani singkong saya sangat kecewa karna setelah penetapan putusan pj gubernur pada tgl 23 dengan ketentuan potongan max 15% harga 1.400 dengan usia singkong 9 bulan. Sampai hari ini tidak di sepakati atau di tolak oleh perusahaan, karna sampai hari ini harga di singkong di seluruh Perusahaan singkong di lampung umumnya dan kecamatan pakuan ratu khususnya , masih membeli dengan harga rendah dengan potongan yang masih ugal-ugal an dari putusan pj gubernur,” ujarnya. RWKI / JONI S.