Hujan Turun Singkong Turun

Umum58 Dilihat

Lampung Utara – Memasuki musim penghujan seperti saat ini adalah salah satu tanda bahwa sudah tiba masanya memanen singkong bagi para petani di wilayah Lampung Utara.

Waktu tanam singkong sendiri, ialah satu tahun untuk jenis kasesa dan tujuh bulan untuk varietas thailand mesti segera di cabut. Kalau tidak, umbi singkong tersebut terancam busuk. Disisi lain, petani di Kabupaten Lampung Utara juga dihadapkan pada dilema akan posisi nilai tukar komoditas singkong yang rendah.

“Waktu ujan seperti ini, petani singkong tidak bisa menunda masa panen, karena risikonya umbi singkong akan busuk di tanah. Sementara bila kami panen, harga singkong saat ini kembali terpuruk,” ujar Kardjan seorang petani singkong warga Kelapa Tujuh, Kecamatan Kotabumi Selatan.

Baca Juga  KPU Way Kanan Terima Logistik 6000 Kotak Suara

Sebelumnya, kata dia, harga singkong pada Juli 2020 masih Rp900 per kilo. Saat panen awal Agustus 2020 harga turun jadi Rp870 per kilo. September harga masih di kisaran yang sama, sementara saat awal Oktober 2020 anjlok hanya Rp780 per kilo.

“Kalau harganya sudah Rp780 perkilo dan posisi petani tidak bisa menunda masa panen karena musim penghujan, maka harapan saya sebagai petani singkong untuk mendapatkan nilai tukar hasil panen yang lebih tinggi kandas dan hanya bisa pasrah,” kata dia.

Baca Juga  Adipati , sesuai dengan Aturan ASN Harus Netral Kapolres .. Polres Way Kanan siap amankan Pilkada

Dia mengatakan besaran potongan yang mesti ditanggung petani dari pabrik untuk singkong jenis kasesa sebesar 19 persen dan jenis thailand sebesar 25 persen. Selain itu, di tambah ongkos cabut Rp100 per kilo dan angkut serta mobil Rp100 per kilo.

“Harga singkong di pabrik sama, yang membedakannya adalah besarnya potongan tergantung jenis yang menentukan tinggi rendahnya kadar aci,” kata dia.

Baca Juga  Camat Pakuan Ratu Jadi Moderator Pembinaan Kader PKK Karang Agung

Soal pendapatan, kata dia, dengan nilai jual Rp780 per kilo untuk singkong jenis thailand yang dia tanam selama 7 bulan dipotong ongkos cabut dan angkut Rp200 per kilo di tambah potongan dari pabrik 25 persen atau sebesar Rp195 per kilo di dapat penghasilan Rp385 per kilo.

“Saya tidak bisa berharap lebih, karena harga beli selalu diatur oleh pasar dan aspirasi yang berasal dari perwakilan petani disampaikan sebelumnya ke pemerintah daerah maupun ke wakil rakyat sejauh ini belum membuahkan hasil,” kata dia. RWK/AT